Susunan Interior Bumi
Bagaimana manusia mengetahui susunan interior Bumi?. Hingga saat ini belum ada alat yang bisa menembus lapisan bumi hingga inti bumi. Para ilmuwan menggunakan metode gelombang seismik untuk mengetahui struktur lapisan bumi.
Geolog mengklasifikasikan gelombang seismik menjadi empat jenis gelombang yang mampu bergerak dengan kecepatan 3 - 15 km per detik. Dua gelombang bergerak diatas permukaan bumi dengan arah yang berguling.
Dua gelombang lain yaitu Primer (kompresi) dan Sekunder (geser) menembus interior bumi. Gelombang Primer bisa menembus lapisan batuan maupun cairan seperti halnya gelombang suara.
Gelombang sekunder merambat melalui material padat namun tidak bisa menembus cairan. Kedua gelombang ini membiaskan dan mencerminkan titik-titik lapisan bumi yang memiliki sifat yang berbeda.
Dua gelombang lain yaitu Primer (kompresi) dan Sekunder (geser) menembus interior bumi. Gelombang Primer bisa menembus lapisan batuan maupun cairan seperti halnya gelombang suara.
Gelombang sekunder merambat melalui material padat namun tidak bisa menembus cairan. Kedua gelombang ini membiaskan dan mencerminkan titik-titik lapisan bumi yang memiliki sifat yang berbeda.
Kedua gelombang tadi juga akan mengurangi kecepatan saat bergerak melalui material panas. Perubahan-perubahan sifat ini lah yang digunakan geolog untuk menemukan diskontinuitas.
Diskontinuitas ini digunakan untuk membedakan susunan lapisan interior bumi dari mulai inti, matel sampai kerak bumi. Inilah susunan interior lapisan bumi yang didapat oleh geolog hingga saat ini:
Inti Dalam: 1.7% massa bumi, kedalaman 5.150 - 6.370 km
Inti dalam ini bersifat padat dan tidak berkaitan dengan mantel bumi.
Inti Luar: 30% massa bumi, kedalaman 2.890 - 5.250 km
Inti luar bersifat panas, konduktor listrik dimana gerakan konvektif terjadi. Lapisan konduktif ini menciptakan efek dinamo yang mempertahankan arus listrik yang dikenal sebagai medan magnet bumi. Ilmuwan menduga ada sekitar 10% lapisan ini tersusun atas sulfur/oksigen karena unsur ini melimpah di alam semesta dan larut dalam besi cair.
Lapisan D: 3% dari massa bumi, kedalaman 2.700 - 2.890 km
Lapisan ini berada 200 - 300 km di bawah bumi dan mewakili 4% dari mantel bumi. Meski sering diklasifikasikan sebagai bagian mantel rendah, diskontinuitas seisimik menunjukkan lapisan "D" ini mungkin punya susunan kimia berbeda dari mantel bawah yang ada di atasnya.
Lapisan Mantel Bawah: 49.2% dari massa bumi, kedalaman 650 - 2.890 km
Mantel bawah ini tersusun atas 72.9% massa kerak bumi dan berisi silikon, magnesium dan oksigen. Mantel ini juga mungkin berisi unsur besi kalsium dan alumunium. Geolog berasumsi bahwa Bumi punya kelimpahan elemen kosmik seperti yang ada pada matahari dan meteorit purba.
Daerah Transisi: 7.5% dari massa bumi, kedalaman 400 - 650 km
Daerah ini disebut juga mesosfer dan mengandung 11.1% masa mantel-kerak bumi dan meruakan sumber magma basaltik. Zona ini mengandung kalsium, alumunium dan garnet yang merupakan komponen silikat kompleks.
Lapisan padat saat mendingin karena adanya garnet. Saat panas, mineral ini akan mengapung karena mudah mencair menjadi basalat dan naik menjadi magma.
Mantel Atas: 10.3% dari massa bumi, kedalaman 10 - 400 km
Mantel atas mengandung 15.3% dari massa mantel-kerak. Bagian mantel ini telah diteliti dari sisa intrusi magma yang tersingkap ke atas permukaan bumi atau letusan gunung api. Olivin dan Piroksen menjadi mineral utama yang ditemukan pada lapisan ini. Bagian mantel atas yang disebut astenosfer lebih bersifat cair. Baca juga: Bedanya erupsi magmatik dan non magmatik
Kerak samudera: 0.099% dari massa bumi, kedalaman 0 - 10 km
Kerak samudera mengandung 0.147% dari massa mantel-kerak. Mayoritas kerak bumi dibangun dari erupsi gunung api. Sistem punggung samudera (Mid Ocean Ridge) membentang 40.000 km merupakan jaringan gunung api yang memproduksi kerak samuder baru rata-rata 17 km3 per tahun. Hawaii dan Islandia adalah contoh pulau basalt di dunia.
Kerak benua: 0.374% dari massa bumi, kedalaman 0 -50 km
Kerak benua mengandung 0.554% massa mantel-kerak. Bagian ini merupakan yang terluar dari bumi yang tersusun dari batuan yang kristalin. Mineral penyusun kerak benua mayoritas adalah kuarsa dan feldspar.
Kerak merupakan bagian terdingin dari planet bumi. Karena batuan mengalami deformasi lambat maka kita menyebut lapisan paling luar bumi ini dengan nama litosfer atau lapiasan batuan. Baca juga: Memahami potensi air tanah
Gambar: solarviews.com
Daerah Transisi: 7.5% dari massa bumi, kedalaman 400 - 650 km
Daerah ini disebut juga mesosfer dan mengandung 11.1% masa mantel-kerak bumi dan meruakan sumber magma basaltik. Zona ini mengandung kalsium, alumunium dan garnet yang merupakan komponen silikat kompleks.
Lapisan padat saat mendingin karena adanya garnet. Saat panas, mineral ini akan mengapung karena mudah mencair menjadi basalat dan naik menjadi magma.
Mantel Atas: 10.3% dari massa bumi, kedalaman 10 - 400 km
Mantel atas mengandung 15.3% dari massa mantel-kerak. Bagian mantel ini telah diteliti dari sisa intrusi magma yang tersingkap ke atas permukaan bumi atau letusan gunung api. Olivin dan Piroksen menjadi mineral utama yang ditemukan pada lapisan ini. Bagian mantel atas yang disebut astenosfer lebih bersifat cair. Baca juga: Bedanya erupsi magmatik dan non magmatik
Kerak samudera: 0.099% dari massa bumi, kedalaman 0 - 10 km
Kerak samudera mengandung 0.147% dari massa mantel-kerak. Mayoritas kerak bumi dibangun dari erupsi gunung api. Sistem punggung samudera (Mid Ocean Ridge) membentang 40.000 km merupakan jaringan gunung api yang memproduksi kerak samuder baru rata-rata 17 km3 per tahun. Hawaii dan Islandia adalah contoh pulau basalt di dunia.
Kerak benua: 0.374% dari massa bumi, kedalaman 0 -50 km
Kerak benua mengandung 0.554% massa mantel-kerak. Bagian ini merupakan yang terluar dari bumi yang tersusun dari batuan yang kristalin. Mineral penyusun kerak benua mayoritas adalah kuarsa dan feldspar.
Kerak merupakan bagian terdingin dari planet bumi. Karena batuan mengalami deformasi lambat maka kita menyebut lapisan paling luar bumi ini dengan nama litosfer atau lapiasan batuan. Baca juga: Memahami potensi air tanah
Gambar: solarviews.com